Carrot

Tuesday 7 December 2010

Sepenggal Keikhlasan *^_^*

ta yang di copy paste dari web lain, tapi ga nemu sumbernya. Di masukkan ke blog, buat motivasi ketika menulis nanti hehehhe)

Angin sore yang sungguh menyejukkan. Meskipun ia hadir bersama hujan, namun tiada pantas bila masih saja terlintas ucap keluh kesah dari lisan seorang hamba. Karena, bukankah setiap tetesannya mengandung rahmat?
            Ku akhiri sore ini dengan menghadiri halaqoh rutin. Meskipun lumayan jauh tapi karena halaqoh tersebut selalu ku tunggu-tunggu, sulit rasnya bila tak hadir. Memang betul hari ini sejak Sang Surya berada diperpaduan langit, aku sudah pergi kesana kemari. Bila dirasakan lelah, tentu saja sangat lelah. Namun bukanlah suatu alasan yang tepat untuk tidak hadir di majelis dzikir tersebut. Dapat ku bayangkan betapa meruginya bila ku tak hadir. Akan ada materi-materi penting yang tertinggal, akan ada pembinaan ruhiyah yang tak sempurna, dan lainnya. Ah, sungguh merugi!
            Ditengah-tengah pembahasan materi tiba-tiba salah seorang temanku bertanya,
            ”Ustadzah, afwan bagaimana sih proses pernikahn yang sesuai syar’i?”Tanya Nova dengan malu-malu.
            ”Cie...teh Nova, mencurigakan nih. Ehm..ehm”Godaku
Yang lainpun tak kalah menggoda.
            ”Wah, Nov sama siapa?Kok nggak pernah cerita-cerita sih!”
            ”Ah, antunna ini! Aku kan Cuma bertanya!”Ucapnya.
            ”Yang jelas, tanpa pacaran. Dan hanya melalui proses ta’aruf lalu khitbah kemudian akad, dan walimah jika diperlukan.”Jawab Murobbiyahku
            ”Hm...saya jadi teringat, karena kalian sebentar lagi lulus kuliah, sebaiknya kalian mempersiapkan perkara tersebut sejak dini”Lanjut murabbiyahku.


            Memang benar perkara pernikahan harus disiapkan sejak dini. Karena kita tak pernah tahu kapan proposal nikah itu datang.
            Pikiranku pun melayang jauh. Siapakah pendamping hidupku? Apakah sesuai dengan yang selama ini ku harapkan?Seorang ustadz yang tarbiyah san dakwahnya tak perlu diragukan lagi. Ustadz yang mencintai Allah lebih dari apapun. Sehingga ia dapat mencintai diriku sebagai istrinya.
            Tak terasa malam kian menjelang. Halaqoh hari ini berkahir dengan sangat syahdu. Perbincangan pernikahan yang sungguh sangat luar biasa dan sangat berarti. Meskipun bagi kebanyakan orang, usia delapan belas tahun intu merupakan usia yang masih jauh dari mahligai pernikahan namun, apa salahnya jika ku mengetahui lebih banyak.
Saat perjalanan pulang tiba-tiba ada seseorang yang mengirimkan sms,
”Assalamu’alaikum Wr Wb. ’afwan apakah ukhti ada waktu hari ini? Insya Allah murobbi ana ustadz Ahmad ingin menghubungi ukhti. Syukron”
Ku baca ulang sms yang masuk ke inbox. Perlahan ada yang berdesir di hatiku. Astagfirullahal ’adzhim. Cepat ku hilangkan fikiran andai-andaiku.
”Wa’alaikumsalam Wr Wb. Insya Allah ba’da isya. Jam 20.30. Syukron”

Setibanya di rumah, lekas ku ambil air wudhu dan menunaikan shalat maghrib. Tak lupa ku berdo’a memohon ampun karena ku telah berandai-andai. Bagaimana tidak. Keperluan apa yang dimiliki murobbi ikhwan kepada seorang akhwat melainkan.....
Astagfirullah....
Ba’da shalat isya, ku berdoa panjang. Do’a yang kidungnya berharap segala sesuatu merupakan kebaikan. Terus ku pegang erat handphoneku.
Tiba-tiba.....
”Assalamu’alaikum Wr Wb. Maaf apa benar ini dengan Lathifah?”
”Wa’alaikumsalam Wr Wb. Ya betul. Maaf ini dengan ustadz Ahmad?”Gugupku
”Ya betul. Maaf sebelumnya mengganggu. Ana mendapatkan amanah dari salah seorang mutarobbi ana yang hendak berta’aruf serius dengan ukhti. Untuk itu bolehkah ana meminta nomor murobbiyah ukhti. Karena ana mohon maaf sebelumnya perkara seperti ini lebih baik dibicarakan dengan murobbiyah ukhti. Namun, karena ana tidak menemukan data ukhti, ana memutuskan untk menelpon ukhti”
”Tidak apa-apa ustadz...”jawabku.
Setelah lima belas menit lebih kami usai berbicara, tiba-tiba mama masuk,
”Maafkan mama nak...”Ucap beratnya.
”Mama mendengar pembicaraanmu dengan ustadz tadi. Mama rasa, mama tidak setuju bila kau menikah tahun ini.”
Ada yang ku rasakan berbeda akan kalimatnya tadi. Bukan, bukan kalimat itu yang ku inginkan. Perlahan ada yang berderai di mataku. Mengingatkanku pada tiga tahun lalu, saat sujud malamku, menampung kidung doaku........
”Jikalau berkah umur ini sampai, maka sampaikanlah aku mujahid seperti dia..”
Dan kini tawaran itu berada didepan mata. Saat ini. Saat usiaku masih delapan belas tahun.

Kini ku hanya mampu berdoa, berharap yang terbaik kelak.. Ku resapi apa yang ada dalam hatiku kini dalam Sholat Istikhorohku.
            ”Ya Rabb, Engkau yang mengetahui isi hati hamba, sungguh sulit menentukan keputusan itu.
Ya Rabb, hamba malu pada Mu, apa benar diri ini pantas?banyak yang belum hamba ketahui...”
            Keesokan harinya, aku konsultasikan pada ustadzah Tika. Terutama tentang mimpi dan keyakinan hatiku. Belialulah murobbiyah yang selalu membimbing dan memberikan semangat dalam jalan dakwah ini.
            Aku lalui hari ini dengan berdiskusi. Aku terhenyak oleh perkataan murobbiyahku.
            ”Yang terpenting sekarang, apakah orangtuamu merestui bila kau menikah saat ini Thif?Thifah harus mementingkan perasaan orangtuamu. Meskipun bagimu tak apa bila kehidupan rumah tanggamu kelak sangat sederhana, namun bagi orangtuamu mereka akan menginginkan lelaki yang dapat menggantikan mereka.”
            ”Dan ambilah keputusan dengan mata hati yang jernih. Buanglah semua atribut yang pernah melekat di benak mu. Sehingga kau lebih mudah dalam mengambil keputusan.”Paparnya.
            Subhanallah...saran terakhir dari murobbiyahku adalah untuk membaca buku inspiratif tentang pernikahan dini. Dan tanpa pikir panjang setelah ku pamit dan berterimakasih padanya, bergegas ku beli buku itu. Berani mengambil keputusan, memantapkan hati menerima pinangan di usia muda. Ku berharap dengan membaca pengalaman mbak Evi yang beliau tulis ini, membuat ku tidak ragu dalam melangkah. Segera ku pulang dengan angkutan umum. Tak sabar hati untuk mengetahui pengalaman mbak Evi.
            Bismillahirrohmaanirrohiim. Ku buka lembar demi lembar. Baru saja ku sampai pada ’Catatan dari suami’, air mataku mulai meleleh. Ku tak peduli bila supir angkot terheran-heran padaku. Yang penting keharuanku ini tidak mengganggu orng lain. Ku perhatikan makna yang beliau tulis.

Seorang tidak akan terampil mengemudi mobil hanya dengan keinginan semata. Juru masak tidak akan mahir hanya dengan menghayalkan hidangan lezat. Mereka perlu waktu utnuk belajar dan juga perlu berkorban

            Subhanallah, ku resapi kalimat-kalimat yang tertuang didalamnya. Menghantarkanku pada cermin diri.
Ya Rabb, ampuni hamba karena selalu merasa kurang dan kurang. Padahal pada hakikatnya proses belajar adalah proses yang tiada henti. Begitupun dalam rumah tangga. Bagaimana seorang istri pandai mengurus suami, memasak makanan kesukaannya, menyiapkan pakaian taqwa, pandai mengatur rumah tangga, mendukung tarbiyah dan dakwah suaminya. Itu semua memerlukan proses panjang. Hingga buah hati yang akan menjadi ruh baru dalam umat lahir pun, bukan berarti proses belajar itu terhenti.
Lalu lamunanku menghantarkanku pada orang tuaku. Berkelebat sosok papa dan mama. Mama yang sedang terguncang hatinya akan kepercayaan Papa. Dan Papa yang masih belum bisa meyakinkan Mama bahwa ia akan setia selamanya. Begitu rumit ujian yang sedang mereka hadapi. Apakah jika aku menerima permintaan ta’aruf , berarti aku telah menambah beban pada orangtuaku? Astaghfirullahl’adziim.
Tak terasa angkutan yang ku tumpangi telah sampai di depan komplek. Lekas ku turun dan ku bayar dengan uang pas. Saat hendak masuk komplek, ku melihat pasangan muda yang sedang menggendong anaknya. Terlihat ada binar-binar bahagia di matanya. Kemudian.... Astagfirullahal’adziim
Lekas ku palingkan pandanganku. Aku hawatir jika kemudian aku berhayal hingga hatiku berdesir, dan tumbuh bunga-bunga yang bermekaran bukan pada musimnya.

            Bersabarlah hati, adukanlah segalanya pada Sang Pemilik hati manusia. Adukanlah dalam simpuh istikhorohmu. Hingga keresahanmu terobati dengan kemantapan hati.

            Tepat ku sampai di rumah saat adzan magrib berkumandang. Segera ku berwudhu dan menunaikan sholat magrib. Aku merasa sholat magrib kali ini adalah sholat yang terasa sangat syahdu. Hingga meneteslah bulir-bulir mata.
”Ya Rabb, ku tak pernah menyangka Kau kabulkan do’aku secepat ini. Do’a sederhana tiga tahun lalu yang ku panjatkan, kau kabulkan kini.
Ya Rabb, tunjukilah aku jalan cinta-Mu agar aku tak sesat dalam mengambil keputusan. Aamiin Ya Robbal’alamiin”
Kulipat mukenaku. Ku tarik nafas panjang. Bismillahirrohmaanirrohiim. Saatnya ku mantapkan kembali keputusan mama. Apakah berubah atau tidak.
Ku beranjak keluar kamar. Ku lihat mama sedang serius menonton berita. Ku dekati ia perlahan dan menyandarkanku pada kakinya, layaknya seorang anak kecil yang sedang bermanja-manja pada mamanya. Tanpa sadar bibirku mengucap pilu
”Ma, apa benar keputusan mama kemarin adalah keputusan terakhir?”
            ”Nak..” Gumam mama tanpa ekspresi.
            ”Rasanya, mama belum bisa merestui bila kau menikah tahun ini. Bukan karena yang melamarmu ataupun pilihanmu. Tapi, karena kau belum mempunyai pekerjaan nak..
Mama tidak ingin kau menderita seperti mama. Kehidupan rumah tangga menjadi lebih sulit bila seorang istri tak mempunyai penghasilan. Lagipula, bukankah kau ingin merampungkan ilmu di Timur Tengah dahulu?”
            Ku kembali ke kamar dengan gontai. Entah mengapa ada sesuatu yang menyesakkan dada. Semua rasa bercampur aduk.
            Astagfirullahal’adziim...
            Astagfirullahal’adziim...
Lagi-lagi ku coba pasrahkan apada Illahi saat sholat Isya. Berharap menemukan ketenangan dalam setiap pertanyaan yang tak berkesudahan
            Ya Rabb, maengapa harus sekarang?Disaat ku seharusnya membantu merekatkan kembali rumah tangga mama dan papa. Disaat seharusnya aku lebih banyak berkorban untuk mereka...
Selepas sholat Isya, aku sempurnakan doaku dalam sholat istikhoroh lagi.
Ya Allah sesungguhnya aku meminta pilihan yg tepat kepadaMu dengan ilmu pengetahuanMu dan aku mohon kekuasaanMu dengan kemahakuasaanMu. Aku mohon kepadaMu sesuatu dari anugerahMu Yang Maha Agung sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa Engkau mengetahui sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini lebih baik dalam agamaku dan akibatnya terhadap diriku di dunia dan akhirat sukseskanlah untukku mudahkan jalannya kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama dan dan akibatnya terhadap diriku di dunia dan akhirat kepada diriku maka singkirkan persoalan tersebut dan jauhkan aku daripadanya takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku 
            Ku sudahi dengan kemantapan hati. Kian waktu berjalan aku semakin mengerti doa yang terkabul juga merupakan ujian dari-Nya. Ujian yang pasti aku dapat melewatinya.
Laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha...lahaa ma kasabat wa’alaiha maktasabat...
           
Ku pandangi buku hijau dihadapanku kini. Ada kalimat yang menggugahku.
Berani mengambil keputusan tidak takut gagal. Takut gagal, jangan mengambil keputusan. Takut mengambil keputusan gagal saja!
            Kalimat ini membuat ku terhenyak. Mbak Evi memang berani mengambil keputusan untuk menikah dini, dan akupun tak berbeda. Aku berani mengambil keputusan dengan..
Bismillahirrohmaanirrohiim...dengan mengaharap ridho Allah. Saya memutuskan untuk tidak melanjutkan proses tersebut. Karena Ibu belum merestui dan segala kondisi tentang kuliah dan lainnya. Afwan jiddan. Syukron karena telah memberikan kesempatan pada saya.
Semoga Allah memudahkan segala ikhtiar dan memberikan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat
            Ada kelegaan yang ku rasa setelah ku kirimkan sms tersebut pada murobbinya. Betapa Allah telah membuka tabir rahasianya, memberikan nikmat akal, hati, ruh, jasad yang harus digunakan sebaik-baiknya.
            Ya Rabb, berikanlah hamba berkah umur, umur dimana hamba dapat memilih yang terpilih yang Engkau pilihkan dan berikanlah hamba keikhlasan selamanya....

Selesai.

1 comment:

SR11 said...

Cerpen islami yah, I Like It.
Tambah lagi yah. :)